Masnun, veteran pejuang 45 hidup terlunta-lunta di Surabaya. Ia bersama anaknya, Rahayu, janda beranak dua (Budi dan Bening), menyerah dan pindah ke kota asalnya, Bojonegoro. Ia berharap kehidupannya membaik. Namun, kehidupan pria renta yang terkenal sebagai pahlawan peristiwa penyobekan bendera di Surabaya ini, justru semakin terpuruk.
Terkisah cucu Masnun, Budi (12 thn), tertantang untuk mengalahkan rivalnya, Kemal yang dalam kegiatan pramuka. Ia juga berusaha untuk mengikuti kegiatan tersebut. Karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, Budi tidak bisa membeli semua perlengkapan kepramukaan. Bening (10 thn), adiknya, rela mengorbankan seprei kesayangannya demi dibuat hasduk untuk kakaknya.